Mengenai
pengertian yang baku dan definitive dari apa yang disebut dengan Tindak Pidana
Terorisme itu, sampai saat ini belum ada keseragaman. Menurut Prof. M. Cherif
Bassiouni, ahli Hukum Pidana Internasional, bahwa tidak mudah untuk mengadakan
suatu pengertian yang identik yang dapat diterima secara universal sehingga
sulit mengadakan pengawasan atas makna Terorisme tersebut. Oleh karena itu
menurut Prof. Brian Jenkins, Phd., Terorisme merupakan pandangan yang subjektif[1].
Tidak mudahnya merumuskan definisi Terorisme, tampak dari usaha Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dengan membentuk Ad Hoc Committee on Terrorism tahun 1972
yang bersidang selama tujuh tahun tanpa menghasilkan rumusan definisi[2].
Pengertian paling otentik adalah pengertian yang diambil secara etimologis dari
kamus dan ensiklopedia. Dari pengertian etimologis itu dapat diintepretasikan
pengembangannya yang biasanya tidak jauh dari pengertian dasar tersebut[3].
Ditinjau
secara Etimologis, Terorisme merupakan istilah dalam bahasa Perancis yang
diserap dari bahasa Latin “terrere” yang memiliki arti “rasa takut” yang mana istilah tersebut
mulai digunakan pasca terjadinya revolusi Perancis yang dimulai sejak Reign
of Terror di Perancis yang terjadi antara tahun 1793-1794, yang mana
saat itu pemerintahan yang berkuasa memperaktekkan cara-cara teror dalam
menerapkan kebijakan-kebijakannya (Webster’s New World Dictionary, 1991 :
1382).
Sedangkan
menurut Petrus Golose definisi dari Terorisme adalah setiap tindakan yang
melawan hukum dengan cara menebar teror secara meluas kepada masyarakat, dengan
ancaman atau cara kekerasan, baik yang diorganisir maupun tidak, serta
menimbulkan akibat berupa penderitaan fisik dan/atau psikologis dalam waktu
berkepanjangan, sehingga dikategorikan sebagai tindak kejahatan yang luar biasa
(extra ordinary crime) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against
humanity) (Golose, 2009 : 6).
Sedangkan
Menurut Konvensi PBB tahun 1937,
Terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada
negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu
atau kelompok orang atau masyarakat luas.
Menurut Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1, Tindak Pidana Terorisme adalah segala
perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini. Mengenai perbuatan apa saja yang dikategorikan ke dalam
Tindak Pidana Terorisme, diatur dalam ketentuan pada Bab III (Tindak Pidana
Terorisme), Pasal 6, 7, bahwa setiap orang dipidana karena melakukan Tindak
Pidana Terorisme, jika:
- Dengan
sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana
teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban
yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan
nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau
kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup
atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 6).
- Dengan
sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk
menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas
atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas
kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang
strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas
internasional (Pasal 7).
Dan
seseorang juga dianggap melakukan Tindak Pidana Terorisme, berdasarkan
ketentuan pasal 8, 9, 10, 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dari banyak definisi yang dikemukakan
oleh banyak pihak, yang menjadi ciri dari suatu Tindak Pidana Terorisme adalah:
- Adanya
rencana untuk melaksanakan tindakan tersebut.
- Dilakukan
oleh suatu kelompok tertentu.
- Menggunakan
kekerasan.
- Mengambil
korban dari masyarakat sipil, dengan maksud mengintimidasi pemerintah.
- Dilakukan untuk mencapai pemenuhan atas tujuan tertentu dari pelaku, yang dapat berupa motif sosial, politik ataupun agama.
Pengertian dan karakteristik kejahatan
transnasional berdasarkan teori dari Neil Boister yang mengatakan “Fenomena
kejahatan tertentu yang melampui batas-batas internasional, melanggar
hukum-hukum nasional dan memiliki dampak ke negara lain. (Boister, 2003 : 954).
Menurut teori dari G.O.W. Mueller “
Kejahatan transnasional adalah istilah yuridis mengenai ilmu tentang kejahatan,
yang diciptakan oleh perserikatan bangsa-bangsa bidang pencegahan kejahatan dan
peradilan pidana dalam hal mengidentifikasikan fenomena pidana tertentu yang
melampaui perbatasan internasional, melanggar hukum dari beberapa negara, atau
memiliki dampak pada negara lain.
Perserikatan bangsa-bangsa sendiri telah
menentukan karakteristik apa saja yang termasuk dalam kategori kejahatan
transnasional yaitu a) Dilakukan dalam lebih dari satu negara; b) Dilakukan di
suatu negara namun bagian penting dari persiapan, perencanaan, pengarahan atau
pengendalian dilakukan di negara lain; c) Dilakukan dalam suatu negara namun
melibatkan suatu kelompok kriminal terorganisir yang terlibat dalam aktifitas
kejahatan lebih dari satu negara; atau d) Dilakukan dalam satu negara namun
memiliki efek penting dalam negara lainnya.
Dari berbagai definisi yang disampaikan
oleh para ahli dan perserikatan bangsa-bangsa mengenai kejahatan terorisme dan
kejahatan transnasional diatas, terdapat perbedaan-perbedaan antara kejahatan
terorisme dan kejahatan transnasional. Kejahatan terorisme merupakan salah satu
jenis kejahatan yang menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa yang termasuk dalam kategori
Kejahatan Transnasional yang mana PBB telah menetapkan ada 18 kategori
kejahatan yang termasuk dalam kejahatan Transnasional. Apabila ditinjau dari
motif yang digunakan oleh para pelaku pada kedua jenis kejahatan tersebut
terdapat juga perbedaan yang sangat jelas antara lain dijelaskan diatas bahwa
kejahatan terorisme memiliki motif antara lain nasional – separatis, religius,
ideologi (kepercayaan politik tertentu), isu utama (single issue), negara
sponsor, penderita sakit jiwa. Sedangkan motif dalam kejahatan transnasional
sangat didasari dari masing-masing kejahatan yang terkategorikan sebagai
kejahatan transnasional, namun disini dapat dijelaskan bahwa kejahatan
transnasional merupakan kejahatan yang memiliki ciri atau karakteristik a)
Dilakukan dalam lebih dari satu negara; b) Dilakukan di suatu negara namun
bagian penting dari persiapan, perencanaan, pengarahan atau pengendalian
dilakukan di negara lain; c) Dilakukan dalam suatu negara namun melibatkan
suatu kelompok kriminal terorganisir yang terlibat dalam aktifitas kejahatan
lebih dari satu negara; atau d) Dilakukan dalam satu negara namun memiliki efek
penting dalam negara lainnya. Sedangkan kejahatan terorisme tidak harus
memenuhi karakteristik diatas karena kejahatan terorisme dapat saja
dipersiapkan, direncanakan, diarahkan dan dikendalikan oleh perorangan maupun
kelompok didalam suatu negara itu sendiri tanpa melibatkan negara lain walaupun
banyak aksi terorisme yang termasuk dalam karakteristik kejahatan
transnasional.
Kemudian yang dapat membedakan antara
kejahatan terorisme dengan kejahatan transnasional lainnya yakni ditinjau dari
target atau sasarannya yang mana kejahatan terorisme, aksinya dilakukan secara
acak, tidak mengenal kompromi, korban bisa saja militer atau sipil, pria,
wanita, tua, muda bahkan anak-anak, kaya miskin, siapapun dapat diserang
sedangkan kejahatan transnasional yang lainnya masing-masing memiliki target
dan sasaran tersendiri dalam menjalankan aksinya.
[1] Indriyanto Seno Adji,
“Terorisme, Perpu No.1 tahun 2002 dalam Perspektif Hukum Pidana” dalam
Terorisme: Tragedi Umat Manusia, Jakarta: O.C. Kaligis & Associates, 2001,
h. 35.
[2] Muhammad Mustofa,
Memahami Terorisme: Suatu Perspektif Kriminologi, Jurnal Kriminologi Indonesia
FISIP UI, vol 2 no III (Desember 2002), h. 35.
Agen Slot
ReplyDeleteAgen Slot Terbaru
LK21
Agen Slot
ReplyDeleteAgen Slot Terbaru
LK21