Pendahuluan
Seperti kita ketahui bersama apabila berbicara tentang penegakan hukum
suatu kasus, hampir sepenuhnya akan menyinggung soal Penyelidikan dan Penyidikan. Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan,
penyelidikan berfungsi untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang
sesungguhnya telah terjadi dan bertugas membuat berita acara serta laporannya
yang nantinya merupakan dasar permulaan penyidikan. Oleh karena itu, maka
tampak jelas bahwa penyelidikan adalah bagian dari tahap penyidikan yang
merupakan satu tahap yang harus dilalui dalam pengajuan perkara pidana ke muka
persidangan.
Proses peradilan pidana yang terdiri dari serangkaian tahapan mulai
dari penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan, pemeriksaan
di persidangan, hingga pemidanaan, merupakan kegiatan yang sangat kompleks yang
mana Polri-lah yang menjadi pintu gerbang menuju ke peradilan pidana di negeri
ini sesuai dengan rangkaian tahapan pada proses peradilan pidana tersebut yang
mana diawali dengan kegiatan penyelidikan.
Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Undang-undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 1 butir 5, yang dimaksud dengan Penyelidikan adalah serangkaian
tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, dari pengertian tersebut
terlihat bahwa penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan
penyidikan, namun pada tahap penyelidikan penekanan diletakkan pada tindakan “
mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap
atau diduga sebagai suatu tindak pidana. Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya
penyelidikan itu adalah penentuan suatu perbuatan dapat dikatakan suatu tindak
pidana atau tidak. Ketika suatu perbuatan tersebut dianggap sebagai suatu
tindak pidana, baru dapat dilakukan proses penyidikan.
Penjelasan mengenai siapa yang melakukan penyelidikan tersebut
dijelaskan pada butir 4, Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik
Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penyelidikan, maka tampak jelas bahwa penyelidikan mutlak merupakan wewenang pihak
Kepolisian.
Sedangkan penyelidik sendiri yang karena kewajibannya mempunyai
wewenang untuk : 1) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana; 2) mencari keterangan dan barang bukti; 3) menyuruh
berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri’ 4) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam penulisan ini, penulis berusaha untuk mengangkat permasalahan
apa saja yang sering menjadi kendala dalam penyelidikan yang dilakukan oleh
Polri dan disertai dengan saran atau masukan dari penulis.
Tidak Mudah dan Tidak Murah
Terlihat dari kewenangan yang dimiliki Polri yang karena
kewajibannya sebagai penyelidik menjadi suatu hal yang tidak mudah dan juga
tidak murah. Mengapa hal tersebut dikatakan tidak mudah dan juga sekaligus
tidak murah ?
Seperti yang diajarkan pada anggota Polri dan juga pernah diterima
oleh penulis ketika masih dalam pendidikan Kepolisian, ada beberapa kriteria
yang harus dipenuhi agar penyelidikan tersebut dapat berjalan secara efektif. Kriteria
tersebut terdiri dari : 1) fisik; 2) mental; 3) kemampuan.
Secara fisik anggota Polri dalam melakukan penyelidikan harus
memiliki badan yang sehat jasmani dan rohani, memiliki daya tahan yang kuat,
mobilitas tinggi, dan cekatan.
Secara mental seorang anggota Polri untuk dapat melakukan
penyelidikan yang baik harus memiliki disiplin, motivasi, dan dedikasi yang
tinggi, memiliki kesetiaan dan kejujuran, percaya diri, dapat memegang teguh
rahasia, rajin, tekun, dan ulet, memiliki keberanian dan ketabahan dalam
menghadapi resiko, cermat, teliti, dan tanggap dalam menilai keadaan/situasi,
serta penuh inisiatif dan pandai menyesuaikan diri dengan keadaan.
Secara Kemampuan, anggota Polri antara lain harus mampu melakukan
teknik dan taktik penyelidikan, menguasai KUHAP, KUHP, dan peraturan
perundang-undangan lainnya, memiliki pengetahuan umum yang luas, dapat
mengetahui situasi dan karakteristik lingkungan dan sasaran penyelidikan,
memiliki kemampuan bela diri dan kemampuan menggunakan senjata, mampu
menggunakan peralatan yang menjadi kelengkapan tugasnya, mampu beradaptasi,
memahami kasus yang ditangani, mengetahui motif dan latar belakang
peneyelidikan, serta mampu membuat perkiraan sementara tentang informasi yang
didapat tanpa memberikan sugesti. Oleh karena itulah dapat dikatakan untuk
dapat melakukan suatu penyelidikan yang efektif tidaklah mudah.
Dalam melakukan penyelidikan anggota Polri diharapkan dapat membina
jaringan informasi yaitu jaringan yang dibentuk oleh penyelidik yang terdiri
dari orang-orang tertentu yang dapat dipercaya untuk dapat mencari, mengumpulkan,
dan memberikan informasi/data tentang segala sesuatu yang diinginkan
penyelidik. Dalam melakukan penyelidikan, penyelidik juga harus dapat memilih
teknik, taktik dan cara yang tepat guna mencapai keberhasilan pelaksanaan
tugas. Beberapa teknik penyelidikan yang dikenal secara umum adalah sebagai
berikut : 1) pengamatan/observasi; 2) wawancara/interview; 3) pembuntutan / surveillance;
4) penyamaran/undercover. Sedangkan sasaran dari penyelidikan tersebut dapat
berupa orang, benda/barang, tempat serta kejadian atau peristiwa. Untuk itulah
penulis mengatakan bahwa melakukan penyelidikan juga tidak murah dalam hal
pembiayaan.
Fenomena yang terjadi saat ini
Sangat minimnya pendanaan terhadap
instansi Polri merupakan hal sulit bagi Polri untuk dapat maksimal dalam
melaksanakan tugasnya. Banyak orang mengatakan bahwa permasalahan dana
merupakan permasalahan klasik, tidak menjadi hambatan, jangan menjadi cengeng
akibat tidak didukung oleh pendanaan negara dan sebagainya, sehingga pada era
sebelum reformasi hal-hal tersebut menjadikan Polri berusaha lebih kreatif
dalam mencari dan untuk dapat memenuhi kekurangan dana pada institusinya baik
berupa bantuan pihak lain atau entah bagaimana caranya namun hal ini merupakan
potensi terbesar terjadinya penyelewengan. Dana bantuan yang bersifat
non-budgeter itu tentunya tidak menuntut pertanggungjawaban secara formal
melainkan sangat rentan terhadap penyalahgunaan.
Setelah memasuki era reformasi,
akuntabilitas instansi Polri sering dipertanyakan, hal-hal yang biasa dilakukan
pada era-era sebelumnya seperti contohnya usaha-usaha kreatif untuk mencari
dana operasional maupun dana “berdalih operasional “ sudah semakin jauh
berkurang, walaupun ada peningkatan dana anggaran dari pemerintah kepada Polri
tetapi anggaran tersebut tetap jauh dari cukup.
Minimnya pendanaan atau anggaran
tersebut terkadang menjadi alasan bagi Polri untuk terjerumus dalam tindakan
“potong kompas” atau “cari gampangan” sehingga
ketika Polri menerima suatu pengaduan atau laporan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana upaya untuk mencari keterangan dan barang bukti
yang seharusnya menjadi ranah dari penyelidikan oleh anggota Polri dilapangan
yang menangani kasus ini dijadikan sederhana dengan cara langsung memanggil
para saksi yang artinya tahap penyelidikan terlewati dan langsung memasuki
ranah penyidikan.
Selain masalah pendanaan juga dapat
dikatakan ada suatu budaya malas dan menganggap remeh sesuatu sehingga hal-hal
yang mendasar atau yang merupakan suatu pondasi sering dianggap remeh atau
biasa, seperti halnya tahap penyelidikan ini.
Saran atau masukan
Hal yang terutama yang menjadi hal
terpenting adalah meningkatkan pendanaan terhadap Polri khususnya pendanaan
yang mendukung bagi tindakan penyelidikan tindak pidana karena metode-metode
penyelidikan Polri telah dinilai sangat baik dan efektif apabila didukung pendanaan
yang baik, hal ini terbukti dengan banyaknya keberhasilan pengungkapan
kasus-kasus tindak pidana terorisme yang mana tahapan penyelidikan yang
dilakukan oleh anggota Densus 88 Polri didukung penuh oleh anggaran dari
pemerintah untuk penanggulangan teror.
Pelaksanaan Penyelidikan yang dilakukan oleh anggota Polri setelah
menerima laporan tentang terjadinya tindak pidana maka untuk dapat mengetahui
bahwa peristiwa tersebut apakah benar-benar merupakan peristiwa tindak pidana
agar melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan teknik penyelidikan dan tidak
rancu dengan teknik penyidikan, maka perlu diatur suatu piranti lunak baik
berupa prosedur tetap maupun peraturan Kapolri bagi penyelidik untuk dapat
melakukan tindakan-tindakan maupun upaya-upaya dalam mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana agar dapat dilakukan tindakan
atau langkah berikutnya yakni penyidikan.
Dan yang terakhir apabila
pendanaan bukan lagi suatu permasalahan yang signifikan dalam pelaksanaan penyelidikan
maka agar penyelidikan berjalan efektif dan efisien, disarankan kepada
penyelidik untuk sebelumnya membuat rencana penyelidikan yang menguraikan
tentang apa sasaran penyelidikannya, teknik dan taktik yang tepat untuk
digunakan, peralatan yang digunakan, dan kelengkapan administrasi. Setelah
melakukan penyelidikan, penyelidik menuangkan hasil yang didapat dalam Laporan
Hasil Penyelidikan.
Daftar Bacaan
Hutasoit, Thomas dan team, Menjadi Polisi Yang Dipercaya Rakyat,
Jakarta : Gema Insani, 2004.
Rahardjo, Satjipto, Hukum dan Masyarakat, Jakarta : Angkasa, 1981
Soekanto, Soejono, Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan
Hukum, Jakarta : Rajawali, 1983.
________. Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU no. 8 tahun 1981. Mabes
Polri, 2010.
No comments:
Post a Comment