Sunday, February 19, 2012

PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA


Pendahuluan
Seperti kita ketahui bersama apabila berbicara tentang penegakan hukum suatu kasus, hampir sepenuhnya akan menyinggung soal Penyelidikan dan Penyidikan. Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan, penyelidikan berfungsi untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang sesungguhnya telah terjadi dan bertugas membuat berita acara serta laporannya yang nantinya merupakan dasar permulaan penyidikan. Oleh karena itu, maka tampak jelas bahwa penyelidikan adalah bagian dari tahap penyidikan yang merupakan satu tahap yang harus dilalui dalam pengajuan perkara pidana ke muka persidangan.
Proses peradilan pidana yang terdiri dari serangkaian tahapan mulai dari penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan, pemeriksaan di persidangan, hingga pemidanaan, merupakan kegiatan yang sangat kompleks yang mana Polri-lah yang menjadi pintu gerbang menuju ke peradilan pidana di negeri ini sesuai dengan rangkaian tahapan pada proses peradilan pidana tersebut yang mana diawali dengan kegiatan penyelidikan.
Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 1 butir 5, yang dimaksud dengan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, dari pengertian tersebut terlihat bahwa penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan, namun pada tahap penyelidikan penekanan diletakkan pada tindakan “ mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai suatu tindak pidana. Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya penyelidikan itu adalah penentuan suatu perbuatan dapat dikatakan suatu tindak pidana atau tidak. Ketika suatu perbuatan tersebut dianggap sebagai suatu tindak pidana, baru dapat dilakukan proses penyidikan.
Penjelasan mengenai siapa yang melakukan penyelidikan tersebut dijelaskan pada butir 4, Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan, maka tampak jelas bahwa penyelidikan mutlak merupakan wewenang pihak Kepolisian.
Sedangkan penyelidik sendiri yang karena kewajibannya mempunyai wewenang untuk : 1) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; 2) mencari keterangan dan barang bukti; 3) menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri’ 4) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam penulisan ini, penulis berusaha untuk mengangkat permasalahan apa saja yang sering menjadi kendala dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Polri dan disertai dengan saran atau masukan dari penulis.
Tidak Mudah dan Tidak Murah
Terlihat dari kewenangan yang dimiliki Polri yang karena kewajibannya sebagai penyelidik menjadi suatu hal yang tidak mudah dan juga tidak murah. Mengapa hal tersebut dikatakan tidak mudah dan juga sekaligus tidak murah ?
Seperti yang diajarkan pada anggota Polri dan juga pernah diterima oleh penulis ketika masih dalam pendidikan Kepolisian, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar penyelidikan tersebut dapat berjalan secara efektif. Kriteria tersebut terdiri dari : 1) fisik; 2) mental; 3) kemampuan.
Secara fisik anggota Polri dalam melakukan penyelidikan harus memiliki badan yang sehat jasmani dan rohani, memiliki daya tahan yang kuat, mobilitas tinggi, dan cekatan.
Secara mental seorang anggota Polri untuk dapat melakukan penyelidikan yang baik harus memiliki disiplin, motivasi, dan dedikasi yang tinggi, memiliki kesetiaan dan kejujuran, percaya diri, dapat memegang teguh rahasia, rajin, tekun, dan ulet, memiliki keberanian dan ketabahan dalam menghadapi resiko, cermat, teliti, dan tanggap dalam menilai keadaan/situasi, serta penuh inisiatif dan pandai menyesuaikan diri dengan keadaan.
Secara Kemampuan, anggota Polri antara lain harus mampu melakukan teknik dan taktik penyelidikan, menguasai KUHAP, KUHP, dan peraturan perundang-undangan lainnya, memiliki pengetahuan umum yang luas, dapat mengetahui situasi dan karakteristik lingkungan dan sasaran penyelidikan, memiliki kemampuan bela diri dan kemampuan menggunakan senjata, mampu menggunakan peralatan yang menjadi kelengkapan tugasnya, mampu beradaptasi, memahami kasus yang ditangani, mengetahui motif dan latar belakang peneyelidikan, serta mampu membuat perkiraan sementara tentang informasi yang didapat tanpa memberikan sugesti. Oleh karena itulah dapat dikatakan untuk dapat melakukan suatu penyelidikan yang efektif tidaklah mudah.
Dalam melakukan penyelidikan anggota Polri diharapkan dapat membina jaringan informasi yaitu jaringan yang dibentuk oleh penyelidik yang terdiri dari orang-orang tertentu yang dapat dipercaya untuk dapat mencari, mengumpulkan, dan memberikan informasi/data tentang segala sesuatu yang diinginkan penyelidik. Dalam melakukan penyelidikan, penyelidik juga harus dapat memilih teknik, taktik dan cara yang tepat guna mencapai keberhasilan pelaksanaan tugas. Beberapa teknik penyelidikan yang dikenal secara umum adalah sebagai berikut : 1) pengamatan/observasi; 2) wawancara/interview; 3) pembuntutan / surveillance; 4) penyamaran/undercover. Sedangkan sasaran dari penyelidikan tersebut dapat berupa orang, benda/barang, tempat serta kejadian atau peristiwa. Untuk itulah penulis mengatakan bahwa melakukan penyelidikan juga tidak murah dalam hal pembiayaan.
Fenomena yang terjadi saat ini
            Sangat minimnya pendanaan terhadap instansi Polri merupakan hal sulit bagi Polri untuk dapat maksimal dalam melaksanakan tugasnya. Banyak orang mengatakan bahwa permasalahan dana merupakan permasalahan klasik, tidak menjadi hambatan, jangan menjadi cengeng akibat tidak didukung oleh pendanaan negara dan sebagainya, sehingga pada era sebelum reformasi hal-hal tersebut menjadikan Polri berusaha lebih kreatif dalam mencari dan untuk dapat memenuhi kekurangan dana pada institusinya baik berupa bantuan pihak lain atau entah bagaimana caranya namun hal ini merupakan potensi terbesar terjadinya penyelewengan. Dana bantuan yang bersifat non-budgeter itu tentunya tidak menuntut pertanggungjawaban secara formal melainkan sangat rentan terhadap penyalahgunaan.
            Setelah memasuki era reformasi, akuntabilitas instansi Polri sering dipertanyakan, hal-hal yang biasa dilakukan pada era-era sebelumnya seperti contohnya usaha-usaha kreatif untuk mencari dana operasional maupun dana “berdalih operasional “ sudah semakin jauh berkurang, walaupun ada peningkatan dana anggaran dari pemerintah kepada Polri tetapi anggaran tersebut tetap jauh dari cukup.
            Minimnya pendanaan atau anggaran tersebut terkadang menjadi alasan bagi Polri untuk terjerumus dalam tindakan “potong kompas” atau “cari gampangan” sehingga  ketika Polri menerima suatu pengaduan atau laporan dari seseorang tentang adanya tindak pidana upaya untuk mencari keterangan dan barang bukti yang seharusnya menjadi ranah dari penyelidikan oleh anggota Polri dilapangan yang menangani kasus ini dijadikan sederhana dengan cara langsung memanggil para saksi yang artinya tahap penyelidikan terlewati dan langsung memasuki ranah penyidikan.
            Selain masalah pendanaan juga dapat dikatakan ada suatu budaya malas dan menganggap remeh sesuatu sehingga hal-hal yang mendasar atau yang merupakan suatu pondasi sering dianggap remeh atau biasa, seperti halnya tahap penyelidikan ini.
Saran atau masukan
            Hal yang terutama yang menjadi hal terpenting adalah meningkatkan pendanaan terhadap Polri khususnya pendanaan yang mendukung bagi tindakan penyelidikan tindak pidana karena metode-metode penyelidikan Polri telah dinilai sangat baik dan efektif apabila didukung pendanaan yang baik, hal ini terbukti dengan banyaknya keberhasilan pengungkapan kasus-kasus tindak pidana terorisme yang mana tahapan penyelidikan yang dilakukan oleh anggota Densus 88 Polri didukung penuh oleh anggaran dari pemerintah untuk penanggulangan teror.
Pelaksanaan Penyelidikan yang dilakukan oleh anggota Polri setelah menerima laporan tentang terjadinya tindak pidana maka untuk dapat mengetahui bahwa peristiwa tersebut apakah benar-benar merupakan peristiwa tindak pidana agar melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan teknik penyelidikan dan tidak rancu dengan teknik penyidikan, maka perlu diatur suatu piranti lunak baik berupa prosedur tetap maupun peraturan Kapolri bagi penyelidik untuk dapat melakukan tindakan-tindakan maupun upaya-upaya dalam mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana agar dapat dilakukan tindakan atau langkah berikutnya yakni penyidikan.
Dan yang terakhir  apabila pendanaan bukan lagi suatu permasalahan yang signifikan dalam pelaksanaan penyelidikan maka agar penyelidikan berjalan efektif dan efisien, disarankan kepada penyelidik untuk sebelumnya membuat rencana penyelidikan yang menguraikan tentang apa sasaran penyelidikannya, teknik dan taktik yang tepat untuk digunakan, peralatan yang digunakan, dan kelengkapan administrasi. Setelah melakukan penyelidikan, penyelidik menuangkan hasil yang didapat dalam Laporan Hasil Penyelidikan.


Daftar Bacaan

Hutasoit, Thomas dan team, Menjadi Polisi Yang Dipercaya Rakyat, Jakarta : Gema Insani, 2004.

Rahardjo, Satjipto, Hukum dan Masyarakat, Jakarta : Angkasa, 1981

Soekanto, Soejono, Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, Jakarta : Rajawali, 1983.

________. Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU no. 8 tahun 1981. Mabes Polri, 2010.

No comments:

Post a Comment