Pendahuluan
Keberadaan dan
fungsi Polri dalam
masyarakat adalah sesuai
dengan tuntutan kebutuhan
dalam masyarakat yang
bersangkutan untuk adanya
pelayanan polisi, yaitu adanya
pelayanan keamanan dan juga
sesuai undang-undang no. 2 Tahun 2002 tercantum pada pasal 2 mengenai fungsi
dari Kepolisian yaitu salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat.
Saat ini
kepercayaan masyarakat terhadap Polri masih rendah dan cenderung merosot,
bahkan ketakutan masyarakat pada sosok keberadaan anggota Polri masih tinggi,
akibat streotif yang melekat pada Polri pada masa lampau, yang cenderung
menonjolkan kekerasan, kekuasaan, pungli dan pemerasan daripada tindakan
kepolisian yang berlandaskan aturan hukum dan menghargai Hak Asasi Manusia.
Untuk mencapai pemolisian yang
efektif dalam rangka mewujudkan suatu keamanan dan ketertiban
masyarakat (kamtibmas) diperlukan petugas kepolisian yang
tidak hanya professional namun juga beretika kepolisian.
Pada era Reformasi
ini masyarakat menuntut adanya suatu polisi sipil yang demokratis
yaitu polisi dalam
masyarakat yang modern yang
mengedepankan demokrasi, dimana
polisi dan masyarakat
dalam hubungan kekuatan
yang relatif seimbang
dan saling mengisi.
Landasan utamanya adalah
hubungan yang tulus
antara polisi dengan
warga masyarakat, yang
kemudian ditindaklanjuti dengan
menerapkan strategi atau
kebijakan untuk mendapatkan
hasil yang lebih
efektif dan efisien
dalam mengendalikan kejahatan dan untuk
mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat.
Dalam paradigma
yang demikian maka Polri harus sadar akan
kemampuannya yang terbatas,
serta tidak tahu
kapan dimana serta
siapa pelaku kejahatan
itu untuk itu perlu mendapat
dukungan dari masyarakat
atau Polri harus dapat
dikatakan fungsional dalam
masyarakat yaitu Polri dapat
berfungsi sebagai bagian
dari tata kehidupan
masyarakat tersebut dan
keberadaannya dibutuhkan serta
mendapat dukungan dari
warga masyarakat
yang dilayaninya.
Agar dapat
tercapai sasaran tugas
pokoknya secara efektif
dan efisien, maka figur
pemimpin polisi sangat menentukan berhasil atau tidaknya polisi dalam merebut
hati masyarakat guna mendapat dukungan dari masyarakat.
PERMASALAHAN
Permasalahan
makalah / tulisan ini dirumuskan dengan pertanyaan “Bagaimanakah figur kepemimpinan
Polri yang beretika kepolisian guna mendapat dukungan dari masyarakat untuk mencapai
tugas pokoknya secara efektif dan efisien ?“
PEMBAHASAN
Beberapa
orang tertentu menjadi pemimpin karena memiliki kualitas kepemimpinan secara
alamiah, sementara orang-orang lainnya yang tidak memiliki kualitas tersebut
dapat menjadi pemimpin-pemimpin besar melalui latihan akan tetapi mereka yang
memiliki kualitas kepemimpinan secara alamiah sekalipun tidak begitu saja
menjadi pemimpin melainkan ada hal-hal yang harus mereka kerjakan.[1]
Teori
kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan
konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis,
sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin,
tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan.[2]
Dalam setiap
organisasi, keberhasilan atau kegagalan sebagian besar ditentukan oleh
pemimpinnya, karena pemimpinlah yang dapat menentukan arah dalam pencapaian
tujuan organisasi. Pemimpin dalam setiap organisasi memiliki posisi sangat
penting untuk dapat menggerakan bawahannya termasuk juga pada organisasi Polri.
Etika Kepolisian
adalah etika profesi yang menuntut dipenuhi pengetahuan dan pengalaman oleh
mereka yang telah memperoleh pengetahuan dan keahlian untuk melakukan
tugas-tugas Kepolisian, yaitu sebagai pengayoman, perlindungan dan pelayanan
masyarakat dalam memelihara keamanan dan penegakan hukum.[3]
Untuk mencapai
pemolisian yang efektif
dalam rangka mewujudkan suatu keamanan dan ketertiban
masyarakat (kamtibmas) diperlukan
petugas kepolisian yang
profesional.
Profesionalisme Polri dapat
dijelaskan dari kata
profesi lebih khususnya lagi
adalah Profesi Kepolisian yaitu profesi
yang berkaitan dengan tugas kepolisian baik dibidang operasional maupun
dibidang pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pelindung, pengayom,
pelayan dan penegak hukum yang dalam pelaksanaannya dipandu oleh kode etik
Profesi Polri yaitu sebagai norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan
kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan perilaku maupun ucapan
mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang atau patut dilakukan oleh anggota
Polri.
Seperti halnya
dengan profesi-profesi lainnya, profesi kepolisian juga perlu menata dirinya
dalam wadah organisasi profesi kepolisian baik untuk lingkup nasional (negara)
maupun internasional (global) dan sekaligus menerapkan kode etik profesi untuk
menjaga martabat, kehormatan, dan/atau itikad-itikad etis yang harus ditaati
oleh para anggota kepolisian.
Tuntutan Polri masa
depan yang semakin
kompleks sebagai polisi sipil
yang profesional, modern, demokratis, pandai,
bermoral dan taat hukum,
untuk mencapai hal
tersebut diperlukan sebuah figur kepemimpinan selain yang
baik, kuat yang
dapat bertindak sebagai
penggagas perkembangan dan
pembelajaran baik bagi
diri sendiri, anak
buah / anggota maupun bagi
organisasi yang dipimpinnya juga memikirkan pada konsistensi
dan keberlanjutan program dengan mengisyaratkan akan adanya keterkaitan dan
keterpengaruhan antara pemimpin yang baru dengan pemimpin sebelumnya pada
penentuan arah kebijakan dalam hal perwujudan visi organisasi.
Model kepemimpinan tersebut
juga dikenal sebagai kepemimpinan strategis dan sistemik. Kepemimpinan strategis
adalah pemimpin yang berorientasi pada
visi karena keinginan
adanya perubahan dan terus
menerus berinovasi untuk
adanya suatu perubahan
yang lebih baik, sedangkan sistemik penekanan
pengertiannya pada adanya saling keterpengaruhan dan keterkaitan antara yang
satu dengan yang lain dalam hal penentuan arah kebijakan organisasi sehingga
tetap terwujudnya konsistensi dan keberlanjutan program organisasi didalam
mencapai visinya.
Hal ini
mengisyaratkan bahwa kepemimpinan Polri di era demokrasi harus dapat mewujudkan
6 (lima) pokok-pokok demokratis yaitu :
1.
Supremasi Hukum
Polri dalam bertindak harus berpedoman /
mengacu pada hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Jaminan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)
Polri harus dapat senantiasa memberikan
jaminan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi seluruh warga masyarakat
yang dilayaninya.
3.
Transparansi
Adanya keterbukaan karena Polri adalah
lembaga publik sehingga dalam menjalankan kepemerintahan yang baik (good
governance) informasi bukan saja diberikan oleh Polri sebagai lembaga publik
tetapi masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi yang menyangkut
kepentingan publik (masyarakat tidak lagi pasif menunggu).
4.
Akuntabilitas Publik
Polri sebagai lembaga public harus dapat
mempertanggungjawabkan segala tindakan / kebijakan – kebijakan yang berkaitan
dengan upaya paksa.
5.
Berorientasi pada masyarakat
Polri harus proaktif dan bersikap problem
solving dalam melaksanakan pemolisiannya guna mewujudkan rasa aman dalam
masyarakat.
6.
Adanya pembatasan dan pengawasan kewenangan Polri
Polri tidak lagi dapat bertindak sewenang-wenang
melainkan harus mengacu pada hukum dan kewenangannya adalah amanah masyarakat
yang ada batasnya serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral.
KESIMPULAN
Polri pada era reformasi dan demokrasi dituntut untuk dapat memiliki
figur kepemimpinan organisasinya yang memiliki keahlian, pengetahuan dan
pengalaman dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian yang mampu memfungsikan
Polri sebagai suatu bagian dari tata kehidupan masyarakat yang keberadaannya
dibutuhkan dan mendapat dukungan dari masyarakat dengan memiliki kemampuan
berpikir strategis dan sistemik.
------- ******** --------
DAFTAR
PUSTAKA
Meyer, Joyce, Pemimpin Yang Sedang
Dibentuk, Jakarta, Immanuel Publishing House,
2002.
Kartono, Kartini, Pemimpin dan
Kepemimpinan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
1998.
Djatmika, Wik, Dibawah Panji-Panji
Tribrata, Jakarta, PTIK Press, 2006.
Bertens, K., Etika, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Poerba, Zakarias, Puspa Ragam
Filsafat Ilmu, Jakarta, STIK-PTIK, 2011.
No comments:
Post a Comment