Tuesday, February 21, 2012

Kasus tindak pidana Korupsi yang dilakukan oleh Jaksa Urip Tri Gunawan dalam kajian Teori Realitas Sosial Kejahatan (Richard Quinney)


I. Teori
            Teori Realitas Sosial Kejahatan (Social Reality of Crime Theory) dari Richard Quinney yang di dalamnya terdapat 6 (enam) preposisi dengan sejumlah pernyataan di dalam preposisi tersebut yang mana di preposisi pertama merupakan pendefinisian dari kejahatan ditambah 4 (empat) preposisi selanjutnya berupa unit penjelas dan preposisi terakhir merupakan kumpulan dari 5 (lima) preposisi sebelumnya yang dikumpulkan membentuk suatu komposit yang menggambarkan realitas sosial kejahatan.
            Richard Quinney dalam Teori Realitas Sosial Kejahatan menyatakan[1] :
·      Realitas kejahatan yang dikonstruksikan bagi kita cenderung kita terima sebagaimana seharusnya. Selanjutnya, kita memberikan hak kepada pihak yang berkuasa untuk melakukan tindakan yang sebenarnya lebih mencerminkan kepentingannya.
·      Realitas sosial kejahatan dalam masyarakat yang diorganisir secara politis pada dasarnya adalah tindakan politis juga.
·      Terdapat 6 (enam) preposisi dari realitas sosial kejahatan

II. Contoh Kasus
Kasus tindak pidana Korupsi yang dilakukan oleh Jaksa Urip Tri Gunawan tahun 2009.

Kronologis kasus[2] :
            Urip Tri Gunawan Jaksa Ketua tim penyelidikan kasus BLBL-BDNI terbukti secara sah dan meyakinkan menerima uang 660 ribu dolar AS dari Artalyta Suryani dan melakukan pemerasan sebesar Rp1 miliar terhadap mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glen Surya Yusuf.
            Majelis hakim yang diketuai oleh Teguh Hariyanto menyatakan “Terdakwa Urip Tri Gunawan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” kata hakim Teguh Hariyanto.Dalam putusannya, majelis hakim juga menjatuhkan denda Rp500 juta subsidiair satu tahun kurungan.Urip dijerat dengan pasal 12 B dan 12 E UU nomor 31 tahun 1999  sebagaimana diubah dengan pasal 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
            Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim berkeyakinan bahwa Urip dengan sengaja membocorkan proses penyelidikan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang kemungkinan menyeret pimpinan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.
            Urip terbukti membocorkan proses penyelidikan kepada Artalyta Suryani, pengusaha yang dikenal dekat dengan Sjamsul Nursalim.”Terdakwa lindungi kepentingan Sjamsul Nursalim untuk mendapatkan imbalan,” kata hakim Andi Bachtiar.
            Majelis hakim menegaskan, Urip telah dengan sengaja menyarankan kepada Artalyta tentang cara-cara yang bisa ditempuh agar Sjamsul Nursalim tidak perlu menghadiri panggilan pemeriksaan di Kejaksaan Agung.
            Pertimbangan hukum majelis hakim antara lain didasarkan pada petunjuk hasil sadapan asli yang dilakukan terhadap pembicaraan Urip dengan berbagai pihak melalui telepon.
            Majelis menyatakan Urip telah menghubungi jaksa Hendro Dewanto untuk membantu mencarikan solusi kasus BLBI yang melibatkan Sjamsul Nursalim.  Hendro Dewanto adalah anggota tim jaksa BLBI yang berperan dalam menganalisis hasil penyelelidikan kasus itu. Dalam pembicaraan yang terjadi pada 7 Desember 2007 itu, Urip berulang kali meminta tolong kepada Hendro.
            “Terdakwa berulang-ulang meminta Hendro Dewanto untuk mencarikan jalan keluar kasus BLBI BDNI,” kata hakim Teguh Haryanto. Urip juga terbukti menghubungi pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Adi untuk membantu meyakinkan sejumlah jaksa agar perkara BLBI diselesaikan secara perdata.
            Hakim juga membeberkan pembicaraan Urip dengan Artalyta pada tanggal 25 Februari 2008. Dalam pembicaraan itu, Artalyta menyatakan komitmennya untuk menyediakan sesuatu dengan mengatakan,”Pokoknya aku sudah ready, tinggal tunggu waktu aja.” “Itu terkait dengan rencana pemberian uang 660 ribu dolar AS,” kata hakim Teguh menambahkan.
            Majelis menyebutkan, Urip telah beberapa kali menjalin komunikasi dengan Artalyta yang antara lain menyebutkan  “tentang “sesuatu yang akan diberikan kepada Urip. Kemudian, sesaat setelah penghentian kasus BLBI pada 29 Februari 2008, Urip juga menghubungi Artalyta untuk memberi tahu bahwa penyelidikan kasus tersebut telah dihentikan, seperti keinginan Artalyta.
            Dalam pembicaraan itu, Artalyta menyatakan kesiapannya untuk memberikan uang kepada Urip pada Minggu, 2 Maret 2008. Pada hari yang ditentukan itu, Urip ditangkap karena menerima uang 660 ribu dolar AS. Majelis berkeyakinan, pemberian itu terkait dengan penyelidikan kasus BLBI.
            Majelis juga menyatakan Urip bersalah karena memeras mantan Kepala BPPN Glen Surya Yusuf sebesar Rp1 miliar. Pemerasan itu dilakukan melalui perantaraan pengacara Glen, Reno Iskandarsyah.
            Majelis berkeyakinan, Urip menyatakan bahwa ada kemungkinan Glen menjadi tersangka dalam kasus BLBI. Hal itu bisa disiasati jika Glen mau berkoordinasi dan menyerahkan sejumlah uang. Akhirnya Glen menyerahkan Rp1 miliar kepada terdakwa melalui Reno Iskandarsyah.

III.  Pembahasan
            Dalam kasus tersebut diatas oleh Teori Realitas Sosial Kejahatan dari Richard Quinney dibahas menggunakan 6 (enam) preposisi teori :

1. (Definisi Kejahatan) : Kejahatan adalah suatu definisi tingkah laku manusia yang diciptakan oleh agen-agen penguasa dalam suatu masyarakat yang terorganisasi secara politik
Tindakan yang dilakukan oleh Jaksa Urip Tri Gunawan merupakan kejahatan yang di definisikan sebagai kejahatan korupsi hal tersebut merupakan suatu kejahatan yang definisinya dirumuskan dalam suatu undang-undang tentang tindak pidana korupsi yang mana rancangan undang-undang ini dibahas terlebih dahulu sebelum di sah-kan  bersama oleh Presiden dan DPR, yang mana rancangan undang-undang itu dapat berasal dari DPR, Presiden atau DPD yang merupakan agen-agen penguasa dalam suatu masyarakat yang terorganisir secara politik.

2. (Perumusan definisi penjahat) : Definisi penjahat menggambarkan tingkah laku yang konflik dengan kepentingan kelompok masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk membuat kebijakan publik
Jaksa Uri Tri Gunawan di definisikan sebagai koruptor atau penjahat yang melakukan tindak pidana korupsi seperti yang tercantum dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang menurut undang-undang tersebut dirumuskan, dijabarkan dan dijelaskan sebagai pelaku yang mempunyai konflik dengan penguasa atau negara yakni secara melawan hukum penguasa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, karena dianggap merugikan penguasa yang memiliki kekuasaan untuk membuat undang-undang (kebijakan publik) maka dirumuskanlah undang-undang yang mengatur pemberantasan kejahatan (korupsi) yang dilakukan oleh penjahat (koruptor) tersebut.
3. (Penerapan definisi penjahat) : Definisi penjahat diterapkan oleh kelompok masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk membentuk sistem peradilan pidana dan penegakkan hukum
Koruptor sebagai pelaku tindak pidana korupsi dalam hal ini adalah Jaksa Urip Tri Gunawan dihukum berdasarkan undang-undang pemberantasan korupsi melalui pengadilan tindak pidana korupsi termasuk juga diatur mengenai mekanisme penegakkan hukumnya oleh penguasa seperti dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bentuk untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantasannya. Dalam kasus ini si pelaku tertangkap tangan oleh (KPK) sedang menerima suap sebesar 6,1 miliyar rupiah.
4. (Perkembangan pola tingkah laku dalam hubungannya dengan definisi penjahat) Pola tingkah laku distrukturkan dalam masyarakat yang berkelompok-kelompok dalam hubungannya dengan definisi penjahat, dan dalam konteks tersebut orang-orang dapat terlibat dalam tindakan-tindakan yang mempunyai kemungkinan didefinisikan sebagai penjahat
     Pola tingkah laku atau perbuatan yang diatur oleh penguasa sebagai hal yang dapat di definisikan sebagai koruptor (penjahat) yakni memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sehingga apabila terdapat keterlibatan dari orang-orang dalam tindakan-tindakan tersebut baik yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama dengan koruptor sehingga keterlibatan orang-orang dapat juga di definisikan sebagai koruptor (penjahat).
5. (Konstruksi konsep penjahat) : Konsep penjahat dibentuk dan tersebar pada kelompok-kelompok masyarakat melalui komunikasi yang terjadi melalui berbagai cara
Sebelum tertangkapnya Jaksa Urip Tri Gunawan pada kasus suap BLBL ini, konsep pelaku tindak pidana korupsi atau yang disebut juga sebagai koruptor seperti yang diatur dalam undang-undang pemberantasan korupsi termasuk dengan ancaman-ancaman hukumannya disosialisasikan dan disebarluaskan kepada masyarakat melalui berbagai cara begitu undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi ditetapkan, baik menggunakan media massa, penyuluhan dan sebagainya. Hal ini termasuk juga buronan koruptor (penjahat) atau koruptor (penjahat) yang belum tertangkap, fotonya dipajang diberbagai media baik media cetak maupun elektronik serta ditempel di tempat-tempat keramaian publik.
6. (Realistas sosial kejahatan) : Realitas sosial kejahatan dibentuk melalui perumusan dan penerapan definisi penjahat, perkembangan pola tingkah laku yang berhubungan dengan definisi penjahat, dan pembentukan konsep penjahat.
Kejahatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Jaksa Urip Tri Gunawan yang merupakan salah satu jaksa terbaik yang dimiliki oleh kejaksaan Indonesia kenyataannya setelah tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang selanjutnya penegakkan hukumnya dilakukan oleh lembaga negara yang telah diatur oleh penguasa dalam undang-undang pemberantasan tindak pindana korupsi, dibuktikan melalui persidangan sehingga ditetapkan menjadi koruptor sesuai dengan rumusan dan penerapan dari undang-undang pemberantan tidak pidana korupsi yang ditetapkan oleh penguasa atau pemerintah.

IV.  Kesimpulan
            Bahwa kejahatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Jaksa Urip Tri Gunawan merupakan suatu tindakan yang dapat di pidana sesuai dengan undang-undang yang telah ditetapkan oleh penguasa (pemerintah) yang kemudian tindakan penghukuman diberikan kepada pelaku sesuai dengan yang telah diatur oleh undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi guna mendapatkan efek jera bagi si pelaku maupun mencegah terjadi kejahatan yang merugikan kepentingan negara atau penguasa (dalam hal ini adalah berbentuk keuangan) bagi calon penjahat (koruptor) lainnya dengan mempertimbangkan sanksi-sanksi yang ditetapkan oleh penguasa atau pemerintah tersebut.



[1] Materi kuliah Teori Kriminilogi Dan Viktimologi Prof. Dr. Adrianus Meliala, M.Si, M.Sc, Ph.D
[2] http://beritasore.com/2008/09/04/jaksa-urip-divonis-20-tahun-penjara/

No comments:

Post a Comment