I.
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Dalam era globalisasi, perkembangan teknologi informasi di
Indonesia berjalan cukup pesat. Globalisasi yang diartikan suatu proses
menyatunya dunia yang meliputi berbagai bidang tata kehidupan dunia mengandung
karakteristik adanya perubahan keterbukaan, kreativitas, kecanggihan kecepatan,
keterikatan, keunggulan, kekuatan dan kompetisi bebas[1].
Bangsa Indonesia juga adalah masyarakat yang
multikulturalisme atau disebut juga masyarakat majemuk, Ciri-ciri yang menyolok
dan kritikal dari masyarakat majemuk adalah hubungan antara sistem nasional
atau pemerintah nasional dengan masyrakat suku bangsa, dan hubungan di antara
masyarakat suku bangsa yang dipersatukan oleh sistem nasional. Dalam perspektif
hubungan kekuatan, sistem nasional atau pemerintahan nasional adalah yang
dominan dan masyarakat-masyarakat suku bangsa adalah minoritas[2].
Sebagai aparat penegak hukum, pengayom, pelindung dan
pelayan masyarakat, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) wajib melayani
kegiatan penyampaian pendapat di muka umum dengan cara mengamankannya agar
berjalan aman dan tertib sesuai dengan undang-undang No. 9 TAHUN 1998
tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.
Unjuk rasa aman dan tertib harus dilayani dan diamankan,
sebaliknya unjuk rasa yang telah berubah menjadi huru-hara perlu dikendalikan
dengan cara bertindak yang berbeda agar tidak menimbulkan kerugian baik berupa
harta benda maupun korban jiwa namun tindakan yang dilakukan oleh Polri harus
tetap menghormati dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Perbedaan
penanganan ini dilakukan secara bertingkat dan bertahap sesuai perkembangan
situasi yang dihadapi atas perintah dan kendali Kapolda yang diatur dalam
Peraturan Kapolri (perkap).
Dalam kaitannya dengan penanganan penanganan tindakan
kekerasan massa atau penanganan huru-hara sebagai akibat dari perubahan
eskalasi situasi unjuk rasa, terdapat dua satuan yang ditugaskan dalam operasi
ini, yaitu :
1) Situasi tertib / Hijau satuan yang ditugaskan
yaitu Pengendalian Massa (Dalmas) sesuai dengan Pasal 8 Perkap No. Pol. 16
tahun 2006)
2) Situasi tidak tertib / Kuning satuan yang
ditugaskan yaitu Pengendalian Massa (Dalmas) sesuai dengan Pasal 9 Perkap No.
Pol. 16 tahun 2006)
3) Situasi melanggar hukum / Merah satuan yang
ditugaskan yaitu Penanggulangan Huru-Hara (PHH) Brimob bersama Dalmas Lanjut
dan Samapta sesuai dengan Pasal 10 Perkap No. Pol. 16 tahun 2006.
Korps Brigade Mobil Polri merupakan unsur pelaksana
operasional Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memiliki tugas pokok
melaksanakan dan mengerahkan kekuatan Brimob Polri guna menanggulangi gangguan
kamtibmas berkadar tinggi, utamanya kerusuhan massa, kejahatan terorganisir
bersenjata api, terrorisme, bom, KBR (Kimia, Biologi dan Radio aktif), bencana alam
dan bersama dengan unsur pelaksana operasional Kepolisian lainnya guna
mewujudkan tertib hukum serta ketentraman masyarakat diseluruh yuridiksi NKRI (
Negara Kesatuan Republik Indonesia ) dan tugas lain yang diberikan.
Jadi berdasarkan Perkab No. Pol. 16 tahun 2006 maka
penggunaan Satuan Brimob hanya pada saat penanggulangan huru-hara. Huru-hara
terjadi jika ada tindakan pelanggaran hukum yang sifatnya massal, apabila massa
sudah mulai tidak dapat diatur lagi / disana-sini mulai terjadi tindakan pelanggaran
hukum yang bermacam-macam jenisnya dan bersifat kekerasan (tindakan mengajak
atau melakukan pelanggaran hukum, melawan aparan penegak hukum, pengerusakan
barang baik fasilitas umum maupun barang pribadi, pengancaman-pengancaman dan
lain-lain).
Kapolda sebagai pengendali dan
penanggung jawab pengendalian massa harus memiliki kemampuan sebagai berikut :
a) Menilai
situasi.
b) Memilih bentuk
tindakan yang paling tepat sebagai respon terhadap situasi di lapangan yang
berubah secara cepat.
c) Menentukan
tahapan tindakan yang diambil.
d) Mengelola
keputusan yang diambil.
Untuk dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan
berdasarkan penilaian situasi tersebut sangat memerlukan dukungan informasi
yang cepat dan tepat, Informasi seperti ini sangat cocok didukung oleh sistem
aplikasi komputer berbasis Decision Support System (DSS) karena mampu
menyajikan informasi secara cepat (real time), tepat dan akurat.
b. Permasalahan
Didalam
suatu kegiatan unjuk rasa perubahan eskalasi situasi sangat menentukan dalam
keputusan untuk mengambil tahapan tindakan mengingat situasi tersebut
dilapangan berubah dengan sangat cepat, untuk itu permasalahan yang akan
diangkat dalam penulisan ini adalah “ Pemanfaatan Decision Support System guna
mendukung proses pengambilan keputusan dalam pengamanan unjuk rasa di ibukota
Jakarta”.
c. Maksud dan Tujuan
Maksud dari
penulisan ini untuk menggambarkan dapat terdukungnya suatu proses pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh Kapolda pada suatu pengamanan unjuk rasa dengan
bantuan Decision Support System (DSS).
Tujuan dari tulisan ini adalah suatu bentuk saran dan
masukan bersifat konseptual bagi pimpinan Polri untuk dijadikan suatu acuan
yang dapat membantu pengambil keputusan dalam
menggunakan data dan model dalam menyelesaikan masalah yang tidak terstruktur
dalam mendukung tugas Polri berbasiskan komputer yang interaktif.
II. Tinjauan Pustaka
a.
Decision Support System
Decision Support System (DSS) atau
Sistem Penunjang Keputusan, secara umum didefinisikan sebagai sebuah sistem yang
mampu memberikan kemampuan baik kemampuan pemecahan masalah maupun kemampuan
pengkomunikasian untuk masalah semi-terstruktur. Secara khusus, DSS
didefinisikan sebagai sebuah sistem yang mendukung kerja seorang manajer maupun
sekelompok manajer dalam memecahkan masalah semiterstruktur dengan cara
memberikan informasi ataupun usulan menuju pada keputusan tertentu.
Sistem pendukung keputusan (DSS) adalah
suatu sistem berbasis komputer yang menghasilkan berbagai alternatif keputusan
untuk membantu manajemen dalam
menangani berbagai permasalahan yang terstruktur ataupun tidak terstruktur
dengan menggunakan data dan model[3].
DSS merupakan suatu sistem informasi yang
diharapkan dapat membantu manajemen dalam proses pengambilan keputusan. Hal
yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa keberadaan DSS bukan untuk
menggantikan tugas-tugas manajer, tetapi untuk menjadi sarana penunjang (tools)
bagi mereka.
DSS sebenarnya merupakan implementasi
teori-teori pengambilan keputusan yang telah diperkenalkan oleh ilmu-ilmu
seperti operation research dan management science, hanya bedanya adalah bahwa
jika dahulu untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi harus dilakukan
perhitungan iterasi secara manual (biasanya untuk mencari nilai minimum,
maksimum, atau optimum), saat ini komputer PC telah menawarkan kemampuannya
untuk menyelesaikan persoalan yang sama dalam waktu relatif singkat. DSS ini
bisa berbentuk sistem manual maupun sistem terkomputerisasi. Namun dalam hal
ini ditekankan pada sistem penunjang keputusan yang pelaksanaannya berbasis
pada komputer.
Dari definisi di atas bisa disimpulkan
bahwa tujuan DSS dalam proses pengambilan keputusan adalah:
• Membantu menjawab masalah semi-terstruktur
• Membantu manajer dalam mengambil
keputusan, bukan menggantikannya
• Manajer yang dibantu melingkupi top
manajer sampai ke manajer lapangan
• Fokus pada keputusan yang efektif, bukan
keputusan yang efisien.
Pengambilan keputusan adalah
pemilihan beberapa tindakan alternatif yang ada untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan yang telah ditetapkan[4] .
Menurut Turban (1999), komponen Decision
Support System (DSS) dapat dibangun dari subsistem berikut ini :
1)
Subsistem
Manajemen Data (Data Management Subsystem)
Meliputi
basis data – basis data yang berisi data yang relevan dengan keadaan dan
dikelola software yang disebut DBMS (Database Management System).
2)
Subsistem
Manajemen Model (Model Management Subsystem)
Merupakan
sebuah paket software yang berisi model-model finansial, statistik, management
science, atau model kwantitatif, yang menyediakan kemampuan analisa dan software management yang
sesuai.
3)
Subsistem
Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management Subsystem)
Merupakan
subsistem (optional) yang dapat mendukung subsistem lain atau berlaku sebagai
komponen yang berdiri sendiri (independent).
4) Subsistem Antarmuka Pengguna (User
Interface Subsystem)
Merupakan subsistem yang dapat dipakai oleh user.
Gambar 1. Komponen-komponen DSS
Karakter DSS adalah :
·
DSS menyediakan dukungan bagi pengambil keputusan utamanya
pada situasi semi terstruktur dan tak terstruktur dengan memadukan pertimbangan
manusia dan informasi terkomputerisasi.
·
Dukungan disediakan unfuk pelbagai level, manajerial yang
berbeda, mulai dari pimpinan puncak sampai manajer lapangan.
·
Dukungan disediakan bagi individu dan juga bagi group.
·
DSS menyediakan dukungan ke pelbagai keputusan yang
berurutan atau saling berkaitan.
·
DSS mendukung pelbagai fase proses pengambilan keputusan:
intelligence, design, choice dan implementation.
·
DSS mendukung pelbagai proses pengambilan keputusan dan
style yang berbeda-beda, dengan kata lain ada kesesuaian diantara DSS dan atribut
pengambil keputusan individu.
·
DSS selalu bisa beradaptasi sepanjang masa. Pengambil
keputusan harus reaktif, mampu mengatasi perubahan kondisi secepatnya dan
beradaptasi unfuk membuat DSS selalu bisa menangani perubahan ini. DSS bersifat
sangat fleksibel, sehingga user dapat menambahkan, menghapus, mengkombinasikan,
mengubah, atau mengatur kembali elemen-elemen dasar (menyediakan respon cepat
pada situasi yang tak diharapkan). Kemampuan ini memberikan analisis yang tepat
waktu dan cepat setiap saat.
·
DSS mudah untuk digunakan. User harus merasa nyaman dengan
sistem ini. User-friendliness, fleksibelitas, dukungan grafis terbaik, dan
antarmuka bahasa yang sesuai dengan bahasa manusia dapat meningkatkan
efektivitas DSS. Kemudahan penggunaan ini diimplikasikan pada mode yang
interaktif.
·
DSS mencoba untuk meningkatkan efektivitas dari pengambilan
keputusan (akurasi, jangka waktu, kualitas) lebih daripada efisiensi yang bisa
diperoleh. (biaya membuat keputusan, termasuk biaya penggunaan komputer)
· Pengambil keputusan memiliki kontrol menyeluruh terhadap
semua langkah proses pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah. DSS
secara khusus ditujukan untuk mendukung dan tak menggantikan pengambil
keputusan. Pengambil keputusan dapat menindaklanjuti rekomendasi komputer
sembarang waktu dalam proses dengan tambahan pendapat pribadi atau pun tidak.
·
DSS mengarah pada pembelajaran, yaitu mengarah pada
kebutuhan baru dan penyempurnaan sistem, yang mengarah pada pembelajaran
tambahan, dan begitu selanjutnya dalam proses pengembangan dan peningkatan DSS
secara berkelanjutan.
· User/pengguna harus mampu menyusun sendiri sistem yang
sederhana. Sistem yang lebih besar dapat dibangun dalam organisasi user tadi
dengan melibatkan sedikit saja bantuan dari spesialis di bidang Information
Systems (IS).
· DSS biasanya mendayagunakan pelbagai model (standar atau
sesuai keinginan user) dalam menganalisis pelbagai keputusan. Kemampuan
pemodelan ini menjadikan percobaan yang dilakukan dapat dilakukan pada pelbagai
konfigurasi yang berbeda. Pelbagai percobaan tersebut lebih lanjut akan
memberikan pandangan dan pembelajaran baru.
·
DSS dalam tingkat lanjut dilengkapi dengan komponen knowledge yang bisa memberikan solusi yang efisien dan efektif dari pelbagai masalah yang pelik.
DSS dalam tingkat lanjut dilengkapi dengan komponen knowledge yang bisa memberikan solusi yang efisien dan efektif dari pelbagai masalah yang pelik.
Karena DSS berhubungan dengan
kegiatan pengambilan keputusan, maka kita perlu mengetahui dengan baik bagaimana
proses pengambilan keputusan dilakukan. Proses pengambilan keputusan melibatkan
4 tahapan, yaitu:
1.
Tahap Intelligence
Dalam
tahap ini pengambil keputusan mempelajari kenyataan yang terjadi sehingga kita
bisa mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah yang sedang terjadi, biasanya
dilakukan analisis berurutan dari sistem ke subsistem pembentuknya. Dari tahap,
ini didapatkan keluaran berupa dokumen Pernyataan Masalah.
2.
Tahap Design
Dalam tahap ini pengambil keputusan menemukan,
mengembangkan, dan menganalisis semua pemecahan yang mungkin, yaitu melalui
pembuatan model yang bisa mewakili kondisi nyata masalah. Dari tahap ini
didapatkan keluaran berupa dokumen Alternatif Solusi.
3.
Tahap Choice
Dalam tahap, ini pengambil keputusan memilih salah satu
alternatif pemecahan yang dibuat pada tahap Design yang dipandang sebagai aksi
yang paling tepat untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Dari tahap ini
didapatkan keluaran berupa dokumen Solusi dan Rencana Implementasinya.
4.
Tahap Implementation
Dalam tahap ini pengambil keputusan menjalankan rangkaian
aksi pemecahan yang dipilih di tahap choice. Implementasi yang sukses ditandai
dengan terjawabnya masalah yang dihadapi, sementara kegagalan ditandai dengan
tetap adanya masalah yang sedang dicoba untuk diatasi. Dari tahap ini
didapatkan keluaran berupa laporan Pelaksanaan Solusi dan Hasil-nya.
Dengan mengetahui keempat
tahap proses pengambilan keputusan di atas, kita bisa mengidentifikasi secara
lebih baik apa saja yang bisa didukung oleh DSS terutama DSS yang berbasis
komputer. Adapun keuntungan dari penggunaan DSS sebagai berikut :
1. Mampu mendukung pencarian solusi dari masalah
yang kompleks.
2. Respon cepat pada
situasi yang tak diharapkan dalam kondisi yang berubah-ubah.
3. Mampu unfuk menerapkan pelbagai strategi yang
berbeda pada konfigurasi berbeda secara cepat dan tepat.
4. Pandangan dan pembelajaran baru.
5. Memfasilitasi komunikasi.
6. Meningkatkan kontrol manajemen dan kinerja.
7. Menghemat biaya.
8. Keputusannya lebih tepat.
9. Meningkatkan efektivitas manajerial,
menjadikan manajer dapat bekerja lebih singkat dan dengan sedikit usaha.
10. Meningkatkan produktivitas analisis.
III. PENERAPAN
DAN IMPLEMENTASI
Pengamanan ibukota menjadi barometer
bagi kota-kota lain di Indonesia sehingga segala bentuk unjuk rasa beserta
elemen-elemennya harus dijadikan sebagai database pada Polda Metro Jaya agar
dapat dipelajari untuk dapat mengidentifikasi dan mendefinisikan berbagai
bentuk unjuk rasa di ibukota Jakarta.
Sesuai
dengan pentahapan pengambilan keputusan dalam pengamanan unjuk rasa, untuk
tahap intelligence maka DSS ini membutuhkan dukungan data secara cepat dan
terukur dari lapangan untuk dipadukan dengan data awal dan data internal yang
sudah ada sebelumnya.
Data
yang diperlukan langsung dari lapangan antara lain berupa : jumlah massa,
situasi lalu lintas, cuaca, personel yang ditugaskan dll. Selain itu, untuk
mempertajam akurasi informasi, DSS ini juga mengekstrak informasi eksternal,
misalnya info dari jaringan media massa terpercaya, atau interaktif langsung
dari masyarakat.
Pada
pentahapan kedua yaitu tahap design yang mana pada tahap ini pengambil
keputusan menemukan, mengembangkan dan menganalisis segala kemungkinan
pemecahan yang mungkin dilakukan pada pengamanan unjuk rasa di ibukota melalui
pembuatan model yang dapat mewakili kondisi nyata permasalahan unjuk rasa yang
terjadi sehingga pengambil keputusan memiliki beberapa alternatif solusinya.
Tahap
choice merupakan langkah memilih alternatif solusi yang telah di design melalui
pembuatan model pada tahapan design dimana alternatif tersebut dirasakan yang
paling tepat untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan
pengamanan unjuk rasa yang nantinya akan didapat solusi yang tepat dan rencana
implementasinya setelah dilakukan pemilihan alternatif solusi.
Pada
tahap implementasi pengambil keputusan menjalankan serangkaian solusi atau
pemecahan permasalahan yang telah dipilih pada tahap choice dan dapat
mengetahui implementasi yang sukses ditandai dengan terjawabnya masalah yang
dihadapi, sedangkan kegagalan ditandai dengan tetap adanya masalah yang sedang
dicoba untuk diatasi.
Implementasi
pada kegiatan pengamanan unjuk rasa di ibukota model konseptualnya dapat
digambarkan sebagai berikut :
Barometer
memanasnya situasi di ibukota apabila dalam suatu unjuk rasa terjadi suatu
bentuk-bentuk kegiatan yang mengarah pada mobilisasi massa yang rawan
menimbulkan kekerasan massa dapat dimonitor melalui DSS-DSS yang mengatur lalu
lintas diperbatasan kota Jakarta antara lain dapat terlihat pada peningkatan
volume kendaraan dan penumpang yang masuk mengarah dari kota Bogor, Depok,
Tanggerang dan Bekasi ke dalam kota Jakarta. Hal
ini pada tahap intelligence telah ter-input data mengenai peningkatan volume
kendaraan dan penumpang yang mengarah dari kota-kota pinggiran Jakarta masuk
kearah dalam kota sehingga dapat dipadukan dengan data awal dan data internal
yang telah ada. Seluruh Data dan informasi yang masuk diolah secara sistematis. Pertama-tama
data dan informasi itu diurai dan diekstraksi berdasarkan variabel-variabel
tertentu yang sudah diperhitungkan sesuai dengan model manajemen yang telah
dirancang sebelumnya. Selanjutnya informasi itu dikelompokkan dan disimpan agar
dapat digunakan pada waktunya. Informasi sesuai dengan variabel model langsung
dapat dimanfaatkan untuk mensintesis suatu informasi baru sesuai dengan model.
Sementara
sesuai dengan satuan yang ditugaskan dalam penanganan unjuk rasa ini terdapat
dua satuan yaitu Dalmas dan Brimob yang mana penurunan pasukan disesuaikan
dengan tingkat eskalasi situasi dilapangan yang proses pengambilan keputusannya
dilakukan oleh Kapolda dibantu dengan DSS. Dengan DSS ini maka dapat peroleh
beberapa desain berupa model yang dapat dihasilkan alternatif-alternatif
pemecahan permasalahannya yang dapat memudahkan Kapolda dalam proses
pengambilan keputusan. Misalnya, model massa unjuk rasa. Beberapa variabel yang
terkait model ini antara lain nama elemen massa aksi, nama penanggung jawab,
nama orator, nama korlap, bentuk kegiatan, alat peraga yang dipergunakan, tema
atau isu yang di-angkat, tuntutan, jumlah massa, kondisi massa aksi mencakup
emosi, motivasi, sikap, kemampuan, militansi dan opini.
Ditahap choice inilah terjadi komunikasi antara pengguna
atau Kapolda dengan DSS yang berarti menyediakan antar muka sehingga pada tahap
inilah Kapolda melakukan pengambilan keputusan dengan dibantu oleh opsi-opsi
yang telah disediakan DSS tadi, apakah situasi masih dapat dikatakan Hijau atau
sudah bergeser ke Kuning yang artinya sudah mulai ada Dalmas lanjutan bahkan
malah situasi sudah pada level Merah yang mengharuskan PHH Brimob diturunkan ke
tempat pengamanan unjuk rasa tersebut.
Hasil pengambilan keputusan oleh Kapolda berdasarkan
komunikasi dengan DSS kemudian di implementasikan pada situasi yang ada, bila
pilihan sukses maka permasalahan yang dihadapi terjawab namun apabila pilihan
yang diimplementasikan oleh Kapolda salah maka akan tetap ada permasalahan yang
harus dihadapi.
IV. Kesimpulan dan Rekomendasi
a. Kesimpulan
Proses pengambilan keputusan oleh Kapolda mendapat suatu
kemudahan dengan telah tersediannya option-option yang telah diolah oleh DSS
sehingga tingkat keefektifan akan semakin tinggi.
Akurasi informasi yang disajikan oleh DSS sangat
tergantung kepada data yang masuk, baik yang berasal dari data awal, data
internal, data eksternal maupun data lapangan, serta model-model yang
digunakan.
DSS tidak mengambil keputusan namun pengguna atau Kapolda
dalam konteks permasalah inilah yang mengambil keputusan dibantu oleh DSS yang
menilai situasi secara real time.
b. Rekomendasi
Perlunya dukungan anggaran untuk melengkapi sarana dan
prasarana agar DSS dapat beroperasi dengan disertai dengan kebijakan pimpinan
mengenai pengoperasian DSS.
Peningkatan kemampuan personil Polri dibidang
pengoperasian aplikasi DSS dengan memberikan pelatihan-pelatihan secara rutin
dan up to date.
Diperlukannya suatu penyusunan database yang lengkap
selengkap-lengkapnya guna dijadikan keputusan yang diambil oleh pimpinan
semakin efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Indrajani. (2011), Pengantar dan
Sistem Basis Data. Elex Media Komputindo.
Jakarta.
McLeod, Raymond Jr. and Schell,
George. (2004). Sistem Informasi Manajemen, 8th edition. Prentice-Hall, Inc. PT
Indeks, Jakarta.
Parsudi Suparlan (2008). Masyarakat Majemuk,Masyarakat Multikultural, dan Minoritas : Memperjuangakan
Hak-hak Minoritas. Workshop Yayasan Interseksi. Jakarta.
Turban, Efraim. (1995). Decision Support and Expert Systems, fourth
edition.
Prentice-Hall
International, Inc. New Jersey.
[1] Turban, Efraim. (1995). Decision Support and Expert Systems,
fourth edition. Prentice-Hall International, Inc. New Jersey.
[2] Parsudi Suparlan (2008).
Masyarakat Majemuk,Masyarakat Multikultural, dan Minoritas : Memperjuangakan
Hak-hak Minoritas. Workshop Yayasan Interseksi. Jakarta.
[3] McLeod, Raymond Jr. and
Schell, George. (2004). Sistem Informasi Manajemen, 8th edition. Prentice-Hall,
Inc. PT Indeks, Jakarta.
[4] Turban, Efraim. (1995).
Decision Support and Expert Systems, fourth edition. Prentice-Hall
International, Inc. New Jersey.
No comments:
Post a Comment